Sabtu, 24 Maret 2012

Kampus Asia Merajai Dunia

Dominasi kampus-kampus bonafide di dunia tidak lagi diduduki kampus Eropa dan Amerika. Perguruan-perguruan tinggi Asia kini mulai menyeruak dan menunjukkan kualitas mereka. 




Setiap tahun, Times Higher Education (THE), sebuah majalah di Inggris, membuat peringkat perguruan tinggi pada kualitas pengajaran dan penelitiannya. Pada 2011, THE mulai membuat peringkat terpisah berdasarkan kriteria lebih samar-samar: reputasi sekolah menurut pendapat dari sekira 17 ribu akademisi.

Kamis, 15 Maret lalu, majalah ini merilis Peringkat Dunia Reputasi kedua dalam sebuah laporan bertajuk "Barat kalah dari Timur dalam Indeks Global Prestise Akademis."

Sekolah-sekolah elit, yang disebut sebagai "Supergrup Enam", adalah sekolah-sekolah Amerika dan Inggris yang menduduki peringkat paling atas dalam daftar ini: Harvard di Massachusetts, AS; Lembaga Teknologi Massachusetts, AS; Cambridge di Inggris; Stanford di California, AS; University of California, Berkeley, AS; dan Oxford di Inggris.

Amerika Serikat mendominasi daftar, dengan 44 dari 100 universitas terbaik di dunia. Sementara, Jepang menjadi satu-satunya negara Asia yang masuk dalam 20 besar. Universitas Tokyo yang juga dikenal sebagai Todai berada pada posisi yang sama dari tahun sebelumnya, yakni nomor 8, dan Kyoto University di nomor 20.

Editor THE Phil Baty mengatakan, keberhasilan Jepang adalah sesuatu yang "luar biasa" dan didasarkan pada pembangunan pascaperang.

Wakil Presiden Eksekutif Todai Masako Egawa mengklaim, reputasi Universitas Tokyo sebagai universitas terkemuka di Jepang tidak diragukan lagi. "Hal ini dibangun oleh tradisi panjang Todai dalam para elite politik, industri, ilmiah dan budaya bangsa, serta perannya sebagai rute utama untuk memperoleh pendidikan Barat, rute yang mengantarkan Jepang menjadi negara non-Barat pertama yang berkembang," ujar Egawa seperti dikutip dari New York Times, Jumat (23/3/2012).

Pergerakan ke atas dari kampus-kampus Asia ini terlihat terutama di lapis kedua peringkat. Universitas Nasional Singapura naik ke peringkat 23 dari 27. Tsinghua University di Beijing naik dari rangking 30 dari 35. Universitas Peking ada di posisi ke-38 dari sebelumnya ke-43, lompatan juga dilakukan Universitas Hong Kong, yang naik ke peringkat 39 dari sebelumnya 42.

Baty menuturkan, peraingkat Asia Timur secara konsisten merambat naik. Pergeseran penting dari Barat ke Timur ini, ujar Baty,  "halus tetapi signifikan."

"Semua orang menyadari kenaikan pringkat berbagai kampus di Asia dan peningkatan dana dari pemerintah mereka. Kondisi ini kontras dengan masalah yang dimiliki pendidikan Barat dengan berbagai langkah penghematan dan kerusuhan mahasiswa di Westminster," ujar Baty mengacu pada protes massa di London akhir 2010 lalu akibat naiknya biaya kuliah.

Meski demikian, kampus-kampus Asia ini sepertinya memiliki prestasi lebih baik jika pemeringkatan didasarkan para reputasi dan bukan kriteria penilaian yang lebih solid. Dalam peringkat yang lebih konvensional, Todai terdaftar pada rangking ke-30 dan Tsinghua pada peringkat 71.

Menurut Baty, reputasi cenderung memandang prospek di masa depan. Sementara, imbuhnya, perlu kerja keras dan waktu lebih lama untuk mendaki peringkat reguler THE. "Sebab, mereka sangat tergantung pada kriteria seperti penelitian dan sitasi penelitian dari seluruh dunia," ujarnya.

Selain Jepang, China juga masuk dalam daftar universitas bereputasi baik versi THE ini. Daftar ini juga dihuni oleh tiga negara berkembang lainnya yakni Brasil, India, dan Rusia.

Brasil diwakili oleh satu sekolah, University of Sao Paulo, yang menempati 70 besar. Sedangkan Rusia dan India tidak menempatkan wakilnya pada 100 besar.

Baty memaparkan, China memiliki potensi cukup besar, tetapi mereka masih harus memiliki masalah dengan kebebasan akademik, kurikulum, dan membangun budaya penelitian.

Dia mengimbuhkan, China memproduksi lebih banyak riset, tetapi sekarang perlu melihat dampak dari penelitian itu, bukan kuantitas penelitian semata. Menurutnya, jika merujuk pada indikator objektif, China masih memiliki jalan panjang untuk ditempuh.

"Kebebasan akademik sangatlah penting. Ini adalah langkah berikutnya untuk Asia Timur," ujar Baty menandaskan.

0 komentar:

Posting Komentar